Dialog Abu Hanifah dengan Ilmuwan Kafir

Dialoging

dikutip dari suatu milist, bersumber dari Buya Hamka, bahasanya bercampur bahasa melayu.

Pada Zaman Imam Abu Hanifah hiduplah seorang ilmuwan besar, atheis dari
kalangan bangsa Romawi. Pada suatu hari, Ilmuwan Atheis tersebut berniat untuk mengadu kemampuan berfikir dan keluasan ilmu dengan ulama-ulama Islam. Dia hendak menjatuhkan ulama Islam dengan beradu argumentasi. Setelah melihat sudah banyak manusia yang berkumpul di dalam masjid, orang kafir itu naik ke atas mimbar. Dia menantang siapa saja yang mau berdebat dengannya.
Dan diantara shaf-shaf masjid bangunlah seorang laki-laki muda, dialah Abu
Hanifah dan ketika sudah berada dekat di depan mimbar, dia berkata :

“Inilah saya, hendak bertukar fikiran dengan tuan”.
Mata Abu Hanifah berusaha untuk menguasai suasana, namun dia tetap
merendahkan diri karena usianya yang masih muda.
Abu Hanifah berkata, “sekarang apa yang akan kita perdebatkan! “.
Ilmuwan kafir itu heran akan keberanian Abu Hanifah, dia lalu memulai
pertanyaannya :
Atheis : Pada tahun berapakah Tuhan-mu dilahirkan?
Abu Hanifah : Allah berfirman “Dia (Allah) tidak dilahirkan dan tidak pula
melahirkan”.
Atheis : Masuk akalkah bila dikatakan bahwa Allah adalah yang pertama dan
tidak ada sesuatu sebelum-Nya? , pada tahun berapa Dia ada?

Abu Hanifah : Dia (Allah) ada sebelum adanya sesuatu.
Atheis : Kami mohon diberikan contoh yang lebih jelas dari kenyataan!
Abu Hanifah : Tahukah tuan tentang perhitungan?
Atheis : Ya.
Abu Hanifah : Angka berapa sebelum angka satu?
Atheis : Tidak ada angka (nol).
Abu Hanifah : Kalau sebelum angka satu tidak ada angka lain yang
mendahuluinya, kenapa tuan heran kalau sebelum Allah Yang Maha satu yang
hakiki tidak ada yang mendahului-Nya?
Atheis : Dimanakah Tuhan-mu berada sekarang?, sesuatu yang ada pasti ada
tempatnya.
Abu Hanifah : Tahukah tuan bagaimana bentuk susu?, apakah di dalam susu itu
keju?
Atheis : Ya, sudah tentu.
Abu Hanifah : Tolong perlihatkan kepadaku di mana, di bagian mana tempatnya
keju itu sekarang?
Atheis : Tak ada tempat yang khusus. Keju itu menyeluruh meliputi dan
bercampur dengan susu di seluruh bagian.
Abu Hanifah : Kalau keju makhluk itu tidak ada tempat khusus dalam susu
tersebut, apakah layak tuan meminta kepadaku untuk menetapkan tempat Allah
Ta’ala?, Dia tidak bertempat dan tidak ditempatkan!
Atheis :Tunjukkan kepada kami zat Tuhan-mu, apakah ia benda padat seperti
besi, atau benda cair seperti air, atau menguap seperti gas?
Abu Hanifah : Pernahkan tuan mendampingi orang sakit yang akan meninggal?
Atheis :Ya, pernah.
Abu Hanifah : Sebelum ia meninggal, sebelumnya dia bisa berbicara dengan
tuan dan menggerak-gerakan anggota tubuhnya. Lalu tiba-tiba diam tak
bergerak, apa yang menimbulkan perubahan itu?
Atheis : Karena rohnya telah meninggalkan tubuhnya.
Abu Hanifah : Apakah waktu keluarnya roh itu tuan masih ada disana?
Atheis : Ya, masih ada.
Abu Hanifah: Ceritakanlah kepadaku, apakah rohnya itu benda padat seperti
besi, atau cair seperti air atau menguap seperti gas?
Atheis : Entahlah, kami tidak tahu.
Abu Hanifah : Kalau tuan tidak boleh mengetahui bagaimana zat maupun bentuk
roh yang hanya sebuah makhluk, bagaimana tuan boleh memaksaku untuk
mengutarakan zat Allah Ta’ala?!!
Atheis : Ke arah manakah Allah sekarang menghadapkan wajahnya? Sebab segala
sesuatu pasti mempunyai arah?
Abu Hanifah : Jika tuan menyalakan lampu di dalam gelap malam, ke arah
manakah sinar lampu itu menghadap?
Atheis : Sinarnya menghadap ke seluruh arah dan penjuru.
Abu Hanifah : Kalau demikian halnya dengan lampu yang cuma buatan itu,
bagaimana dengan Allah Ta’ala Pencipta langit dan bumi, sebab Dia nur cahaya
langit dan bumi.
Atheis : Kalau ada orang masuk ke syurga itu ada awalnya, kenapa tidak ada
akhirnya? Kenapa di syurga kekal selamanya?
Abu Hanifah : Perhitungan angka pun ada awalnya tetapi tidak ada akhirnya.
Atheis : Bagaimana kita boleh makan dan minum di syurga tanpa buang air
kecil dan besar?
Abu Hanifah : Tuan sudah mempraktekkanya ketika tuan ada di perut ibu tuan.
Hidup dan makan minum selama sembilan bulan, akan tetapi tidak pernah buang
air kecil dan besar disana. Baru kita melakukan dua hajat tersebut setelah
keluar beberapa saat ke dunia.
Atheis : Bagaimana kebaikan syurga akan bertambah dan tidak akan
habis-habisnya jika dinafkahkan?
Abu Hanifah : Allah juga menciptakan sesuatu di dunia, yang bila dinafkahkan
malah bertambah banyak, seperti ilmu. Semakin diberikan (disebarkan) ilmu
kita semakin berkembang (bertambah) dan tidak berkurang.

“Ya! kalau segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, apa yang
sedang Allah kerjakan sekarang?”
tanya Atheis.
“Tuan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dari atas mimbar, sedangkan saya
menjawabnya dari atas lantai. Maka untuk menjawab pertanyaan tuan, saya
mohon tuan turun dari atas mimbar dan saya akan menjawabnya di tempat tuan”
,
pinta Abu Hanifah.
Ilmuwan kafir itu turun dari mimbarnya, dan Abu Hanifah naik di atas.
Baiklah, sekarang saya akan menjawab pertanyaan tuan. Tuan bertanya apa
pekerjaan Allah sekarang?”.
Ilmuwan kafir mengangguk.
” Ada pekerjaan-Nya yang dijelaskan dan ada pula yang tidak dijelaskan.
Pekerjaan-Nya sekarang ialah bahwa apabila di atas mimbar sedang berdiri
seorang kafir yang tidak hak seperti tuan, Dia akan menurunkannya seperti
sekarang, sedangkan apabila ada seorang mukmin di lantai yang berhak, dengan
segera itu pula Dia akan mengangkatnya ke atas mimbar, demikian pekerjaan
Allah setiap waktu”.
Para hadirin puas dengan jawapan yang diberikan oleh Abu Hanifah dan begitu
pula dengan ilmuwan besar atheis tersebut dia mengakui kecerdikan dan
keluasan ilmu yang dimiliki Abu Hanifah.
*Salah satu tugas agama ialah memelihara akal.*
*Memelihara akal ialah dengan jalan menambah ilmu melatih diri berfikir &
merenungkannya. *

Tinggalkan komentar